English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Tampilkan postingan dengan label Story. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Story. Tampilkan semua postingan

Selasa, 16 Juni 2009

Pendakian Kedua yang Gagal Mencapai Puncak Mahameru (3.676 M DPL) dan Melawan Jemputan Maut di Kalimati (3.210 MDPL)

Apa hendak dikata, mungkin belum waktunya aku mencapai Puncak tertinggi di Pulau Jawa, gunung yang menjadi impian para pendaki untuk bisa mencapainya (apa iya...???). Petualangan pendakian kali ini cukup berat rintangannya, bukan hanya fisik terkuras habis, namun aku juga melewati masa-masa kritis hampir kehabisan nafas karena terserang Gejala Hipoksia di Pondok Kalimati (3.210 Mdpl). Saya ingin sedikit berbagi cerita ini kepada Sahabat Petualang untuk dapat bersama-sama Sharing tentang perjalan ini. Berikut adalah catatan perjalana Pendakian Gunung Semeru (3.676 MDPL), tanggal 7-11 Juni 2009. Selamat membaca dan tinggalkan sedikit pesan Sahabat Petualang dan Komentarnya.

Rencana pendakian awalnya tidak ke Semeru, namun lebih ke Timur lagi, yaitu Gunung Rinjani. Namun karena statusnya masih ditutup, akhirnya aku bersama team sepakat untuk pendah haluan menuju Semeru. Kendala lain muncul dari team. Awalnya team yang akan berangkat berjumlah 4 orang, namun mendekati hari-H, 2 orang anggota team mengundurkan diri dengan alasan masing-masing. Apa hendak dikata, aku tak kuasa memaksa mereka, karen sesungguhnya mendaki gunung tidak ada unsur pemaksaan, karen tau akan resiko yang akan di hadapi.

Perjalanan dimulai start dari Jogja hari jumat tanggal 5 Juni, berdua aku dengan Afit (rekan team ku) naik Bus "SK" jurusan Jogja-Surabaya (tarif Rp.38.000,-) pukul 22.35 WIB. Setibanya di Surabaya pukul 05.30 pagi hari Sabtu tanggal 6 Juni, aku langsung mencari angkutan menuju Malang. Dengan menggunakan Patas AC (tarif Rp. 15.000,-). Tiba di Malang sekitar pukul 07.30 WIB. Setelah sarapan di terminal Arjosari Malang, aku dan Afit langsung mencari angkutan menuju Tumpang. Oh ya, angkot jurusan Tumpang Arjosari (AT) ini merupakan minibus berwarna putih, dengan tarif Rp.5000,-.

Setibanya di Tumpang aku langsung menuju rumah seorang Sahabat bernama Udin di Tumpang, untuk melepas lelah dan melengkapi perbekalan. Setelah menyantap sate buatan udin, sekitar pukul 15.00 (jam 3 sore), aku dan afit di antar oleh Udin dab temannya menggunakan sepda motor menuju Kantor Perhutani untuk mengurus perijinan pendakian. Setibanya di kantor, Kami mendapat berita yang mencengangkan..!!! Seorang petugas balai mengatakan bahwa gunung Semeru masih ditutup dan belum ada pemberitahuan kapan akan di buka. Kepalang tanggung sudah jauh-jauh perjalanan, akhirnya aku dan afit kembali kerumah Udin. Dirumah kami kemudian mengatur strategi. Alhasil, Udin memberi ide untuk mencoba menelfon balai, berpura-pura dari rombongan dari Jakarta. Ternyata jawaban di telfon sangat mencengangkan..!!!! Ternyata gunung Semeru Telah dibuka untuk Aktivitas Pendakian...!! oh...nasib mujur. akhirnya kami memutuskan untuk menginap di rumah udin, untuk keesokan harinya menuju Ranu Pani.

Pagi-pagi hari minggu tanggal 7 Juni, kami sudah siap (walau agak telat), sekitar pukul 05.15 pagi menuju pasar Tumpang mencari truck pengangkut sayur dan pupuk yang menuju Ranu Pani (tarif Rp.25.000,-). Setibanya di Ranu Pani pukul 08.45 WIB, yang merupakan Entri Point menuju Semeru, kami kembali menghadapi kendala ketika akan mengurus perijinan di posko. Kami diharuskan menggunakan Porter untuk menemani perjalanan kami. Namun karena dana yang terbatas dan sedikit bernegosiasi, akhirnya kami di ijinkan mendaki tanpa Porter menuju jalur Pendakian. Sebelum pendakian, kembali petugas posko mengingatkan jika batas pendakian hanya sampai Kalimati saja, karen status Gunung Semeru yang sudah 3 bulan tidak mengeluarkan letusan (data dari bada Vulkanologi). Sekedar informasi saja, gunung semeru mengeluarkan asap letusan (salvatara) setiap 10-15 menit sekali, dan berbahaya apabila berada dipuncak telalu lama dan melebihi jam 10.00 pagi.

Oke...tanpa berbasa-basi lagi, aku akan memulai petualangan sesungguhnya. Pendakian dimulai pukul 09.30 pagi, melewati Jalur Resmi. Tiba di Pos Shelter pertama, kami sepakat untuk membuat sarapan, akrena perut sudah keroncongan minta diisi. Kemudian pukul 13.00 melanjutkan perjalanan menuju Ranu Kumbolo (Ranu dalam bahasa setempat berarti Danau). Perjalan agak sedikit santai, karen jalur yang ditempuh agak sedikit landai dengan kemiringan tidak lebih dari 10 derajat (bener gak ya...hehehehheee...). Tiba di Ranu Kumbolo pukul 16.46 WIB, langsung mengisi air (karena rencana awal langsung menuju Kalimati). Namun karena kondisi badan sudah mulai lelah dan waktu tempuh menuju Kalimati masih 3 jam lagi, kami pun memutuskan untuk ngecamp (bermalam di Ranu Kumbolo). Dingin menyelimuti malam, ditemani akbut tebal.

Pagi harinya tanggal 8 Juni,pagi hari pertama di gunung, sekitar pukul 07.30 WIB (kebiasaan di gunung hehehehee..) bangun dan mendapati suasana sekitar masih gelap. Ternyata Kabut dengan sangat tebal menyelimuti daerah Ranu Kumbolo, dengan jrak pandang hanya sekitar 3-4 Meter. Aku mulai mempersiapkan peralatan Photography-ku (hanya sebuah kamera Canon EOS 350D beserta lensa kit-nya). Siang harinya setelah sarapan, sekitar pukul 11.30 kami melanjutkan perjalanan menuju Kalimati. Melewati tanjakan cinta dengan kemiringan hampir 45-60 derajat dan jarak tempuh sekitar 150 Meter, membuat kami kewalahan dan beberapa kali harus berhenti kasena kelelahan. Selanjtnya melewati padang Sabana Oro-Oro Ombo sebelum memasuki Cemoro Kandang (hutan Cemara) dan bukit Jambangan, dan disertai hujan yang awalnya gerimis dan kabut yang cukup tebal, kamipun sampai di Kalimati setelah menempuh perjalanan selama 3 jam lebih.

Kami membuat makanan (masak) untuk menghangatkan badan, setelah sebelumnya berganti pakaian karen pakaian sebelumnya basah kuyup. Wowww....bisa bayangkan sendiri gimana rasa dinginnya di ketinggian 3.210 M DPL, dalam keadaan basah kuyup lagi...huaaawaaaaa...!!!! setelahnya kami pun beristirahat dan mendirikan tenda dome didalam pondok untuk mengurangi rasa dingin yang menyelimuti. Malam pun tiba. setelah terbangun jam 23.00 (karen kami sepakat untuk meuju puncak pada malam itu), kami keluar melihat cuaca. Dan ternyata cerah. Namun karena rasa kantuk dan kelelahan yang mendera, serta hangatnya Sleeping Bag dan selimut yang menggiurkan, kami pun sepakat untuk membatalkan pendakian ke pucak pada malam itu, dan melanjutkan tidur.

Pagi kembali datang, pada hari selasa tanggal 9 Juni. Jam 8 pagi kami bangun dan melihat keadaan sekitar yang ternyata sangat Gelap diselimuti oleh Kabut tebal. Untunglah bagi kami karena tidak melanjutkan perjalanan tadi malam, karena Nyawa kami bisa terancam dengan kondisi Kabut tebal jika turun dari puncak. Seharian tak ada sinar matahari menyelimuti. Sepanjang hari di Kalimati diselimuti oleh Kabut tebal. Dalam benakku aku berfikir (apakah ini pertanda dari Alam....???) yah, sebuah pemikiran untuk membuat suatu keputusan. hingga malam hari baru cuaca cerah, sekitar jam 8 malam, cahaya bulan dan bintang menemani suasana Kalimati di Malam hari. Kami pun kemudian mengatur strategi untuk persiapan keberangkatan ke Puncak pada tengah malam. Sekedar Informasi, untuk meuju Puncak Mahameru disarankan untuk mendaki pada Malam Hari, karena kita tidak boleh berada lama-lama berada dipuncak, dan direkomnedasikan jam 10 pagi harus sudah turun, karena gas Beracun dapat membunuh siapa saja. Jarak dari Kalimati menuju puncak masih sekitar 5-6 jam dengan kecepatan perjalanan standart.

Pukul 11 malam pun tiba, setelah terbangun oleh alarm HP. Kami kemudian melihat kembali dan membaca tanda-tanda alam. Cuca sangat cerah, dan menggiurkan untuk melanjutkan perjalanan. Namun aku mempunyia suatu firasat yang tidak bagus, seolah-olah ada bisikan kepadaku untuk tidak melanjutkan pendakian. dalam batin aku berdoa dan meminta petunju pada yang maha Kuasa (Tuhan Yesus) agar diberi petunujuk. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan.

Dan inilah saat dimana nyawaku terancam. Sedikit saja jika aku lengah dan tertidur, mungkin aku hanya tinggal nama saat itu. Gejala hipoksia (karena kekurangan Oksigen) timbul. Nafasku tersengal-sengal seperti baru habis berlari 10KM. hidung tersumbat, kepala seolah ingin terlepas, begitu sakit. Bahkan untuk menoleh saja dibutuhkan gerakan yang lambat. Perutku terasa mual. Berjuang untuk mendapatkan Oksigen sebanyak-banyaknya. Akhirnya aku membuka pintu Tenda dan mencoba membuat aktivitas. Mulai dari memasak air hinga memasak-nya berulang-ulang untuk sekedar mencari aktivitas dan sedikit menghangatkan diri. Ingin rasannya aku segera turun pada malam itu. Namun aku mencoba bertahan dan berthan, hingga jam 5 pagi aku berusaha berjuang melewati masa yang palng sulit dalam hidupku, sambil tak henti-hentinya aku berdoa mohon perlindungan dan keselamatan. Sementara saat itu teman ku sedang tertidur pulas dan tidak menyadari kondisiku (karena aku tak ingin merepotkan orang lain selagi aku masih bisa bertahan). Akhirnya aku dapat melewatinya, dan dapat memejamkan mata sejenak tidur hingga pukul 9 pagi. Terima Kasih Tuhan...KAU memang maha pengasih dan Penyayang.

Setelah bangun, kami pun langsung Packing dan turun menuju Ranu Pani (Entri Point). Hari itu, Rabu tanggal 10 Juni. Aku dan Afit mulai berjalan turun menyusuri hutan cemara yang sangat teduh dan indah, dengan ditemani suara burung. kami memulai perjalanan jam 10.30 pagi. Kami berjalan dengan santai, lambat, dan sesekali berhenti untuk meinkmati pemandangan sambil berfoto. Tiba kembali di Ranu Kumbolo (2.400 M Dpl), kami pun istirahat sebentar, dan ketemu pendaki lain (hahahha...akhirnya..ketemu manusia lagi..). Kami pun memutuskan untuk bermalam lagi di Ranu Kumbolo dan sepakat untuk turun keesokan paginya. Tak mau kehilngan moment indah di Ranu Kumbolo, aku pun kembali beraksi seperti seorang Fotografer Profesional, jepret sana jepret sini.

Malam pun tiba, malam terakhir di Semeru. Setelah makan malam yang sangat sedikit (karena Logistik Menipis), aku masih saj akelaparan dalam heningnya malam dan kedinginan. SSSsrrrttttt...kudengar ada suara berisik.....!!!!! oh..ternyata ada tikus Hutan...!!!! akupun mulai menghayalkan menyantapnya. Diam-diam kuintai tikus itu, cheetaahzzz...akihrnya dilempar oleh afit menggunakan sendal tepat mengenai Tikus itu. Akupun bergegas menangkpanya dan mulai menguliti tikus tersebut. Yummiii....dapet makanan...asyik banget nih. Dengan bekal pengalaman memasak yang lumayan lah untuk bersaing dengan Chef-chef papan Atas, aku pun memasak daging tikus itu dan menyantapnya...Ueank Tenan...Maknyusss kata mas Bondan.....(hehehhe..kelaperan sih...). Setelah itu akupun Tidur setelah sebelumnya kau berdoa mohon perlindungan.

Pagi harinya tanggal 11 Juni, jam 5 pagi aku sudah bangun untuk memulai perburuan Foto di pagi hari. Beberapa poto aku dapatkan (lumayanlah). kemudian sekitar pukul 8 kami berkmas (packing) dan langsung menuju Ranu Pani melalui jalur Ayek-Ayek. Sekitar pukul 13.00 kami pun tiba di Ranu Pani, kamudian memesan makanan dan menunggu kendaraan (truck) yang akan menuju Tumpang. Muju bagi Kami, Truk pengangkut sayur pun datan menghampiri dan kamipun bergegas naik truk, selanjutnya menuju Tumpang, Kemudian Malang, Surabaya...dan Akhirnya kembali lagi ke JOGJA.....

demikianlah sedikit cerita petualangan saya kali ini. Sangat dibutuhkan Komentar dari para Sahabat Petualang untuk memberikan Komentarnya, demi berlangsungnya petualangan-petualangan selanjutnya oleh saya yang ngaku-ngaku sebagai seorang Petualang (halahh...).

Berfikirlah Sebelum Bertindak, Perhitungkan Resiko terkecil yang akan dihadapi, dan buatlah Keputusan yan sejauh mungkin meninggalkan Resiko.

Pendaki Gunung Bukanlah Penakuk Alam, Bukanlah Penantang....Alam tak Bisa di Taklukkan dan tak Boleh di Tantang....



Salam Lestari,


baca selengkapnya... baca selengkapnya...

Kamis, 09 April 2009

HIPOTERMIA DAN PENDAKI GUNUNG

Bagi seseorang yang mempunyai hoby berkegiatan di alam bebas, sebaiknya mengerti akan resiko yang mungkin akan di timbulkan,terutama dalam pendakian gunung. Karakter ketinggian gunung yang variativ membuat suhu di gunung menentukan karakter suhu tubuh seseorang. Salah satu penyakit yang sering menyerang para pendaki adalah Hipotermia. Salah dalam penanganan akan berakibat fatal bahkan beresiko pada kematian. Pendaki gunung dan Hipotermia merupakan sebuah hubungan yang sangat terkait dalam pendakian.

Jika kondisi tubuh terlalu lama kedinginan, khususnya dalam cuaca berangin dan hujan, dapat menyebabkan mekanisme pemanasan tubuh terganggu sehingga menyebabkan penyakit kronis. Hipotermia adalah suatu keadaan dimana tubuh merasa sangat kedinginan. Setelah panas dipermukaan tubuh hilang maka akan terjadi pendinginan pada jaringan dalam dan organ tubuh. Kedinginan yang terlalu lama dapat menyebabkan tubuh beku, pembuluh darah dapat mengerut dan memutus aliran darah ke telinga, hidung, jari dan kaki. Dalam kondisi yang parah mungkin korban menderita pembekuan dan perlu diamputasi.

Udara dingin yang basah disertai angin yang bertiup kencang, seringkali dijumpai para pendaki ketika melakukan pendakian gunung. Tidak jarang badai dan hujan lebat menyertai hawa dingin. Malam yang cerah seringkali membuat udara semakin dingin dan berembun. Di puncak musim kemarau justru di sekitar puncak gunung seringkali muncul kristal-kristal es yang menempel pada daun-daunan dan bunga edelweis. Pakaian yang basah, kaos kaki yang basah semakin menambah dinginnya badan. Keadaan akan semakin parah bila pendaki tidak memperhatikan makanan sehingga tubuh tidak memperoleh ernergi untuk memanaskan badan. Dinginnya udara seringkali membuat perut kembung sehingga enggan untuk makan, kecuali memang kehabisan makanan. Gejala -gejala kedinginan biasanya Pendaki akan menggigil kedinginan, gigi gemeretakan, merasa sangat letih dan mengantuk yang sangat luar biasa. Selanjutnya pandangan mulai menjadi kabur, kesigapan mental dan fisik menjadi lamban.

Gejala kedinginan yang lebih parah akan membuat gerakan tubuh menjadi tidak terkoordinasi, berjalan sempoyongan dan tersandung-sandung. Pikiran menjadi kacau, bingung, dan pembicaraannya mulai ngacau. Kulit tubuh terasa sangat dingin bila disentuh, nafas menjadi pendek dan lamban. Denyut nadi pun menjadi lamban, seringkali menjadi kram bahkan akhirnya pingsan. Untuk membantu penderita sebaiknya jangan cepat-cepat menghangatkan korban dengan botol berisikan air panas atau membaringkan di dekat api atau pemanas. Jangang menggosok-gosok tubuh penderita. Jika korban pingsan, baringkan dia dalam posisi miring. Periksa saluran pernafasan, pernafasan dan denyut nadi. Mulailah pernafasan buatan dari mulut dan menekan dada.

Cara Penanganan :

  1. Pindahkan ke tempat kering yang teduh. Ganti pakaian basah dengan pakaian kering yang hangat, selimuti untuk mencegah kedinginan. Jika tersedia, gunakan bahan tahan angin, seperti alumunium foil atau plastik untuk perlindungan lebih lanjut.
  2. Panas tubuh dari orang lain juga bagus untuk diberikan, suruh seseorang melepas pakaian, dan berbagi pakai selimut dengan si korban. Jika penderita sadar, berikan minuman hangat jangan memberikan minuman alkohol. Segeralah cari bantuan medis.
  3. Seperti halnya terlalu kepanasan, anak muda dan orang tua merupakan sasaran paling banyak. Alasannya, tubuh kurang efisien dalam mengatur temperatur tubuh. Namun, orang dewasa yang fitpun, dapat kedinginan jika terlalu lama berada di air dingin, udara dingin atau di cuaca dingin tanpa pelindung. Selain itu minuman beralkohol dan narkotika juga mengurangi mekanisme pemanasan tubuh. Untuk menghadapi bahaya kedinginan bawalah beberapa lapis pakaian kering. Siapkan mantel hujan, jaket tebal, dan kantung tidur. Masukkan pakaian kedalam kantong plastik sebelum dimasukkan ke dalam tas.
  4. Gunakan cover pelindung air untuk membungkus tas. Bawalah bekal makanan yang cukup, ada baiknya membawa bekal lebih guna menghapi tertundanya perjalanan karena cuaca atau harus beristirahat karena sakit. Pelajari jalur yang akan ditempuh sebelum melakukan pendakian, hal ini bisa ditanyakan ke petugas pos penjagaan. Rencanakan dan pilih tempat yang akan digunakanan untuk beristirahat, berlindung, memasak, dan mendirikan tenda.

Pilihlah pendakian pada musim kemarau, karena pada musim penghujan curah hujannya tinggi sering ada badai dan tanah longsor, di musim kemaraupun di gunung sering turun hujan namun tidak sebanyak dan sesering di musim hujan. Musim kemarau yang cerah suhu di gunung sangat dingin sekali bisa minus dibawah nol, dibeberapa gunung misal gunung Lawu sering muncul kristal-kristal es. Bila cuaca sangat buruk dan sudah tidak sanggup menghadapi udara yang semakin dingin sebaiknya tidak melanjutkan pendakian, karena bisa berakibat sangat fatal. Dalam menembus cuaca yang sangat dingin harus berusaha mengatasi rasa lapar, kelelahan dan mengantuk. Beristirahatlah sebentar saja bila terlalu lama badan justru akan semakin dingin dan semakin mengantuk, dengan berjalan badan biasanya menjadi hangat bahkan berkeringat. Termos kecil berisi kopi hangat sangat praktis untuk membantu mengatasi rasa dingin dan mengantuk. Sepatu bot dengan kaos kaki yang tebal dan kering sangat membantu. Sebaliknya sepatu basah, kaos kaki basah, dan sendal, dapat membuat kaki serasa beku.

Beristirahat di antara hempasan angin dingin dan tebalnya kabut, justru semakin membuat badan menjadi menggigil, untuk itu carilah batu besar atau celah-celah batu untuk berlindung dari hempasan angin dingin. Bila ingin istirahat tunggulah sampai kabut menghilang, karena beristirahat di tengah kabut membuat pakaian basah dan berembun, sehingga semakin menyiksa badan. Kaos tangan, kerudung kepala, kaos kaki, jaket tebal bisa membantu mengatasi rasa dingin. Bila memungkinkan dan tidak membahayakan lingkungan bisa membuat api unggun untuk menghangatkan badan dan beristirahat. Ketika hendak mendirikan tenda carilah tempat yang terlindung dari hempasan angin, dan usahakan tempat yang kering. Di tempat yang basah dan lembab embun dan kabut mudah terbentuk sehingga pakaian dan peralatan kita menjadi basah, berembun dan dingin. Bila ingin minum obat minumlah pada waktu istirahat mau tidur jangan minum obat pada saat melakukan perjalanan sangat berbahaya. Beberapa jenis obat bisa membuat kita menjadi mengantuk atau tenggorokan kering.

Segala berita dan informasi yang kita peroleh akan sangat membantu kita dalam meminimalkan resiko yang akan dihadapi......salam lestari



dari berbagai sumber

Yohanes Kurnia Irawan

baca selengkapnya... baca selengkapnya...

Jumat, 27 Maret 2009

Mendaki Gunung Itu Menyenangkan


Banyak orang masih bertanya-tanya sampai sekarang,” Apa sih enaknya naik gunung?” Badan capai, dingin, lapar, dan bisa mati juga. Seperti orang kurang kerjaan saja. Tapi, sebenarnya kalau kita tahu trik-trik dalam pendakian gunung. Kegiatan ini ternyata bisa juga dinikmati dan aman-aman saja selama kita tahu batas kemampuan diri sendiri.


Pertama kali yang harus di ketahui dalam perjalanan pendakian gunung adalah bagaimana teknik berjalan. Tentu agak aneh juga kedengarannya. Setiap orang yang punya kaki dan tidak lumpuh pasti bisa berjalan, terus apalagi yang harus dipelajari?

Keseimbangan. Inilah jawaban mengapa kita wajib belajar lagi tentang teknik berjalan di gunung. Di sana, cara berjalan kita tak sama seperti saat kita berjalan di jalan-jalan perkotaan. Di gunung kita harus membawa banyak beban di punggung kita. Kemudian ditambah faktor medan perjalanan yang kadang harus mendaki punggungan-punggungan gunung yang curam, atau melintasi lembah panjang tak bertepi, bahkan kadang-kadang menuruni ceruk-ceruk dalam yang teramat kelam pada akhirnya. Dengan situasi medan seperti itu ditambah dengan beban berat di punggung, maka faktor keseimbangan tubuh adalah mutlak untuk dipelajari.
Maka itu diperlukan harmoni untuk mencapainya. Aturan napas dan gerak langkah haruslah seirama satu sama lainnya. Seperti juga dalam sebuah orkes simfoni, keterpaduan antara pengaturan permainan napas yang disingkronkan dengan gerak langkah yang tidak kaku menjadi sebuah harmonisasi nada tersendiri. Dan jadikan gerak melangkah dalam perjalanan itu sebuah seni tersendiri.

Memang benar ada beberapa prinsip dalam berjalan yang harus dituruti. Seperti melangkahlah dengan langkah-langkah kecil saja. Sebab langkah yang terlalu lebar membuat beban yang dibawa menjadi hanya bertumpu pada satu kaki saja, sehingga membuat keseimbangan kaki menjadi gampang goyah. Selain itu keuntungan lain yang
didapat dengan melangkah kecil-kecil adalah membuat napas lebih mudah diatur. Hal ini berdampak langsung pada sistem penghematan tenaga yang terbuang.

Memang efek samping yang paling kentara dari berjalan dengan langkah kecil ini adalah melambatnya irama jalan. Tapi itu lebih baik adanya daripada berjalan cepat-cepat tapi banyak istirahat yang dibutuhkan. Sedangkan parameter yang dapat dijadikan pegangan untuk mengetahui sampai batas seberapa kita melebihi irama jalan adalah saat kita mulai merasa sulit berbicara dengan rekan seperjalanan. Ini biasanya disebabkan karena irama napas yang mulai tidak teratur dan hal tersebut menjadi tanda bahwa berarti kita berjalan terlalu cepat.

Teknik Istirahat
Buat seorang pehobi mendaki gunung berpengalaman, berjalan terus-menerus selama dua sampai tiga jam tanpa istirahat bukanlah berat. Tingginya jam jalan dan latihan yang terus-menerus membuat stamina dan kekuatan seperti itu bisa diperoleh. Buat ukuran kita, para awam dapat berjalan satu jam terus-menerus dengan diselingi istirahat selama sepuluh menit adalah wajar.

Saat istirahat juga banyak faktor yang harus diperhatikan. Seperti, duduklah dengan kaki menyelonjor lurus ke depan. Karena hal ini dapat melancarkan kembali aliran darah yang sebelumnya hanya terpusat ke kaki. Usahakan cari tempat yang tidak terlalu berangin, karena angin dapat mengerutkan otot yang sedang beristirahat tersebut. Minum air yang berenergi dan bukalah sedikit makanan ringan yang kita bawa, untuk mempercepat proses recovery pada tubuh.

Pendapat yang mengira bahwa meneguk minuman keras di gunung itu baik adalah salah adanya. Memang kehangatan bisa kita dapat dari minuman tersebut tapi pembuluh darah dalam kulit menjadi mengembang dan memberi kesempatan udara dingin masuk ke dalam tubuh. Kehangatan sesaat yang kita terima tidak seimbang dengan akibat setelahnya, yaitu kedinginan dalam jangka waktu lama. Lagipula tak baik bila meminum minuman keras bila sedang dalam berjalan di gunung, selain bisa mengakibatkan mabuk yang bisa berdampak bahaya untuk si pendaki sendiri.

Atur waktu istirahat, jangan terlalu lama juga. Selain sayang pada otot-otot kaki yang sudah memanas dan kencang menjadi mengendur karena kelamaan istirahat. Tapi, bila dirasakan Anda memerlukan istirahat lebih lama dari biasanya itu pertanda Anda berjalan terlalu cepat. Dan bila tiba-tiba tiap setengah jam atau kurang Anda merasa membutuhkan istirahat itu berarti pertanda tubuh kita sudah terlalu lemah dan lelah.
Masalah kelelahan ini haruslah dipertimbangkan masak-masak. Bila hal ini terjadi tak jauh dari puncak tempat tujuan mungkin kita bisa memaksakan untuk mencapainya. Tapi, bila terjadi di tengah perjalanan dan puncak tempat tujuan kita masih terasa jauh dari depan mata lebih disarankan mengambil istirahat panjang, kalau perlu dirikan tenda untuk beristirahat.

Memilih lokasi istirahat juga harus memperhatikan banyak hal. Pilihlah lokasi istirahat yang memiliki pemandangan indah, karena paling tidak secara psikologis menikmati pemandangan dapat mengurangi perasaan lelah yang timbul selama dalam perjalanan. Makan dan minum secukupnya, kalau perlu dimasak dahulu agar hangat dan segar. Baik juga kalau kita memakan sedikit garam untuk menghindari keram.

Medan
Selanjutnya yang perlu diperhatikan saat berjalan di gunung adalah memperhatikan betul medan yang akan kita tempuh. Medan yang berumput dan terjal kadang membahayakan, apalagi saat basah karena hujan atau embun pada pagi hari. Bila kita tak berhati-hati melewatinya, tergelincirlah akibatnya. Apalagi bila kita memakai sepatu yang tidak mempunyai sol ber-‘kembang’ yang layak. Sama juga seperti pada medan yang berlumpur dan becek, cenderung licin dan berbahaya.

Di daerah yang penuh kerikil dan batu-batu tajam disarankan berhati-hati dan tidak bertindak ceroboh. Tidak berbeda juga di saat kita menemui daerah dengan batu-batu besar seperti saat di sungai. Kalau bisa melompat dari satu batu ke batu lainnya lebih disarankan. Tapi ini memerlukan kecepatan gerak dan ketepatan dalam melangkah, karena kadang batu tempat kita berpijak sudah bergulir saat kita akan pindah ke batu yang lain. Faktor kelelahan dan pengalaman juga bisa menjadi acuan bila ingin meloncat-loncat seperti ini. Bila kita sudah terlalu lelah cara yang paling aman adalah dengan menaiki satu per satu batu-batu tersebut dan memeriksa dahulu batu-batu yang akan dipijak agar tidak bergulir nantinya.

Lain lagi bila menemui daerah dengan karakter berpasir. Berjalan mendaki di daerah seperti ini lebih sukar daripada berjalan di atas tanah keras. Setiap kali dua kali melangkah ke atas tanah akan melorot ke bawah sebanyak satu langkah. Kadang-kadang perlulah menyepakkan kaki agar tanah memadat dan tidak melorot lagi. Bila kita menjadi orang kedua kita bisa mempergunakan jalur yang pernah dilalui orang pertama, hal ini bisa menghemat tenaga karena tanah berpasir bekas jejak menjadi lebih padat dan keras.
Juga jangan cepat percaya pada pepohonan kecil-kecil yang berada di pinggir-pinggir tebing. Seringkali pohon tersebut tak cukup kuat untuk menahan tubuh kita, sehingga gampang tercabut saat kita memakainya untuk menahan bobot badan. Pakailah pohon-pohon tersebut hanya sebagai keseimbangan saja.
Jangan terburu-buru mengambil keputusan memotong lintasan yang sudah ada. Memang kadang lintasan tersebut terasa jauh bila kita melewatinya. Tapi percayalah, hal tersebut biasanya dikarenakan faktor mengikuti bentukan alam yang ada di daerah tersebut. Memang itu adanya jalur yang terbaik. Juga biasanya jalur-jalur memotong itu lebih sulit adanya, lebih baik jalan sedikit melingkar tapi dapat menghemat tenaga daripada mengikuti lintasan memotong tapi terkuras tenaga.

Jadi, patut diulang lagi. Ucapan-ucapan yang mengatakan bahwa naik gunung itu susah adalah bohong belaka. Ternyata kita bisa menikmatinya, dan bahaya-bahaya yang timbul di sana sebenarnya bisa diminimalkan dengan cara meningkatkan pengetahuan tentang kegiatan tersebut. Dan dengan menjadikan sebuah perjalanan menjadi sebuah seni adalah cara tersendiri dalam menikmati ciptaan-Nya


oleh :
Yohanes Kurnia Irawan
(@copyright from Sinar Harapan)

baca selengkapnya... baca selengkapnya...

Kamis, 26 Maret 2009

Kenapa Banyak Pendaki Yang Mati di Gunung...???

Mendaki gunung merupakan kegiatan yang cukup banyak peminatnya sekarang. Kegiatan alam bebas ini memang menjanjikan kenikmatan. Kenikmatan yang bahkan sampai sekarang hanya mereka yang berhasil mendaki sampai ke puncak yang tahu.

Why you climb the montaint? “Because it is up there..” Kata Sir Edmund Hillary, seorang pendaki terkenal Inggris dan juga orang yang diklaim sebagai orang pertama yang berhasil mancapai puncak tertinngi dunia, everest, untuk menggambarkan kenikmatan itu.

Bagi pendaki gunung sejati, kenikmatan mencapai puncak gunung sangat sulit digambarkan dengan kata-kata. Yang jelas mendaki gunung adalah kegiatan yang menyenangkan dan relatif mudah dilakukan. Tidak seperti arung jeram, panjat tebing atau menyelam, dimana diperlukan keahlian khusus.

Kegatan ini juga menjanjikan kesenanganan karena dapat meyaksikan keindahan dan keagungan alam pegunungan. Namun hati-hati, dibalik keindahannya, gunung juga menyimpan bahaya bagi para pendaki.

Banyak faktor yang membuat mereka gagal lalu tewas baik ketika sedang mendaki atau menuruni gunung. Faktor-faktor apa saja yang biasanya menjadi penyebab?

1. Fisik Dan Mental

Ketidaksiapan fisik dan mental menjadi faktor yang cukup tinggi sebagai penyebab kematian para pendaki gunung. Fisik dan mental yang lemah jelas-jelas menjadi mangsa empuk alam gunung yang liar. Apalagi jika mendaki gunung yang ketinggiannya lebih dari 4000 meter dimana oksigen begitu tipisnya. Meski sekarang ada alat bantu oksigen tetapi jika fisik lemah, alat bantu itu hampir seperti tak ada artinya. Mental pun demikian. Orang-orang yang mendaki gunung diharuskan memiliki mental pantang menyerah, bersikap tenang dan tidak mudah panik. Ingat, alam liar pegunungan tidak pernah menoleransi kekurangan-kekurangan itu. Maka persiapkan fisik dan mental Anda sebaik mungkin.

2. Kurang Pengetahuan

Pengetahuan tentang gunung yang akan didaki adalah mutlak. Banyak pendaki remaja atau pemula yang tewas di gunung karena minimnya pengetahuan. Pengetahuan ini meliputi banyak hal, seperti pengetahun tentang tinggi gunung, karakteristik cuaca, pengetahuan tentang flora dan fauna yang biasa hidup di pegunungan, pengetahuan tentang tempat-tempat berbahaya di atas gunung hingga pengetahuan tentang tindak penyelamatan, pengetahuan akan ilmu navigasi dan kemampuan bertahan hidup di alam bebas (survival)

3. Cuaca Buruk

Cuaca diatas pegunungan sangat sulit ditebak, bahkan terkadang meski saat itu musim kemarau bisa saja di atas gunung turun hujan lebat. Cuaca buruk memang tidak menjadi penyebab langsung kematian, tetapi efek yang ditimbulkannya kerap menjadi penghalang pendakian. Seperti jalan menjadi becek dan licin atau udara begitu menjadi begitu dingin.

4. Tersesat

Banyak juga pendaki gunung yang mengalami tersesat. Ini bisa saja terjadi karena mungkin mereka terpisah dari rombongan, mencoba jalur baru atau bahkan disebabkan oleh kesalahan sepele, tidak membawa kompas. Saat orang mengalami tersesat dimana biasanya mereka selalu berputar-putar ke tempat yang sama, mereka akan mengalami disorientasi, bingung, kalut tanpa persediaan makanan yang cukup. Saat itulah maut mengintip. Pentingnya manajemen emosi agar kita bisa keluar dari jeratan maut saat tersesat, dengan panduan STOP (Stop, Thinking, Observation, Planning)


By: Yohanes Kurnia Irawan

GAPADRI MAPALA STTNAS YOGYAKARTA

baca selengkapnya... baca selengkapnya...
free counters

Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net Indonesian Blogger Suara Petualang Adventure Blogs - Blog Catalog Blog Directory Free Automatic Backlink kostenlose backlinks